Kedudukan anak dalam islam

kedudukan anak dalam islam

Bismillah, Perasaan bahagia dikaruniai anak oleh Allah SubhanahuWata’ala menjadi pengalaman istimewa bagi sepasang suami istri. Anak merupakan Amanah Allah SubhanahuWata’ala untuk dirawat, dijaga, dididik dan diarahkan sesuai koridor yang telah ditetapkan supaya tidak ada penyimpangan Aqidah. Anak bisa menjadi aset terbesar dan menjadi investasi paling menguntungkan di dunia dan akhirat, namun dapat pula menjadi bencana apabila orang tua tidak melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya.

Lalu, Bagaimanakah kedudukan anak kita dalam islam?

Dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi, Kedudukan anak dalam Islam adalah sebagai berikut:

1. Anak sebagai Anugerah dan nikmat dari Allah SubhanahuWata’ala

Anak yang hadir ditengah-tengah keluarga menjadikan nilai kebahagiaan tersendiri bagi sebuah pasangan. Begitulah nikmat yang Allah berikan kepada hamba-hambanya. Sebagaimana Firman-Nya dalam QS. Asy-Syuro (ayat 49-50) sebagai berikut:

لِّلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۚ يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَٰثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُورَ

أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَٰثًا ۖ وَيَجْعَلُ مَن يَشَآءُ عَقِيمًا ۚ إِنَّهُۥ عَلِيمٌ قَدِيرٌ

Artinya: Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,

Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

2. Anak sebagai Amanah Allah SubhanahuWata’ala untuk manusia.

Amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman. Sehingga, Mukmin berarti yang beriman, yang mendatangkan keamanan, juga yang memberi dan memberikan amanah. Orang yang beriman disebut juga Al-Mukmin, karena orang yang beriman menerima rasa aman, iman dan amanah.

Maka dari itu, orang yang beriman tidak akan terlepas dari amanah. Seperti dalam hadist

لاَ إِيمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ وَلاَ دِينَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ

“Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama orang yang tidak menunaikan janji” (HR. Ahmad).

Berkaitan dengan anak sebagai amanah bagi seorang mukmin, diperkuat dengan hadis berikut:

كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Untuk itu, anak harus dijaga dan dipelihara dengan baikagar dapat tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani dan rohani. karena kelak Allah SubhanahuWata’ala akan meminta pertanggungjawaban orang tua tentang amanah yang diberikan itu.

3. Anak sebagai Ujian dan Cobaan

Selain sebagai anugerah dan nikmat dari Allah SubhanahuWata’ala, anak juga menjadi ujian dan cobaan bagi orang tuanya. Hal ini ditegaskan dalam QS. Taghabun ayat 15

إِنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.

4. Anak sebagai Penerus Garis Keturunan

Allah SubhanahuWata’ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 133 disebutkan bahwa:

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ إِلَٰهًا وَٰحِدًا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ

Artinya: Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

Dalam hal ini anak sebagai keturunan dari orang tuanya. Kelahirannya menjadi penerus cita-cita hidup dan garis keturunan dari orang tuanya. Sebagai orang tua mukmin seharusnya anak-anak kita mewarisi ketauhidan kepada Allah SubhanahuWata’ala.

5. Anak sebagai pelestari pahala orang tua.

Dalam hadist disebutkan bahwa:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim nomor 1631).

Ketika kita masih hidup, kita bisa melakukan amalan-amalan wajib seperti shalat, puasa, zakat, mengaji dan haji serta ibadah-ibadah yang lain. Tak lupa juga kita bisa melakukan aktifitas-aktifitas kebaikan kepada sesama seperti memberi shodaqoh, berbuat baik kepada sesama, menghormati tamu, menyantuni anak yatim, mendoakan kebaikan kepada orang lain, tersenyum dll.

Tetapi setelah meninggal, darimana kita mendapatkan pahala? Allah SubhanahuWata’ala sayang sama kita. Kita diberikan solusi untuk menambah pahala dengan 3 perkara yaitu Sedekah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak sholeh.

6. Anak sebagai manusia yang memiliki takdirnya sendiri

Setiap manusia yang lahir di dunia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya sendiri. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SubhanahuWata’ala dalam QS An-Najm ayat 39-41

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,

وَأَنَّ سَعْيَهُۥ سَوْفَ يُرَىٰ

Artinya: Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).

ثُمَّ يُجْزَىٰهُ ٱلْجَزَآءَ ٱلْأَوْفَىٰ

Artinya: Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *